Masa Mendatang


Besok, semua jiwa akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya
Semua orang akan menuai apa yang selama ini ditanamnya
Kalau mereka berbuat baik, kebajikan itu akan kembali kepada mereka
Dan kalau mereka berbuat jahat, kejahatan itu juga kembali kepada mereka

f44476e271be5d70abcff4d688b496dd
Source: Pinterest

****

Rambut sudah beruban. Umurku sudah lebih dari lima puluh tahun. Meskipun aku masih gemar membaca, tetapi waktuku sudah sedemikian sempit. Kemilau dunia telah merebut kenikmatan membaca yang kumiliki. Itu anakku datang. Dan itu lagi, cucuku yang tak pernah membosankan bila dilihat.

Kehidupan berjalan sebagaimana yang aku harapkan. Tidak terkeruhkan oleh suatu apapun. Tibalah akhir hari kamis, setelah satu hari yang panjang penuh dengan kunjungan dan bersuka ria. Aku meninggalkan anak-anak dan cucu-cucuku. Hati kecilku berteriak. Sungguh mengherankan dunia ini. Ada pertemuan, ada perpisahan. Semuanya akan pergi. Meninggalkan atau ditinggalkan. Pikiran apa ini? Dengan cepat, aku menengok ke kiri dan ke kanan. Oh, ada setumpuk buku-buku tipis dengan ukuran kecil pula yang lama mataku tertuju padanya.

Tidak diragukan lagi, pasti putriku yang paling bungsu telah meletakkannya disini. Ia selalu menghadiahkannya kepadaku dari waktu ke waktu, dan menganjurkanku untuk membacanya.

Dzikir pagi dan petang
Buku Bekal Muslim Sehari-hari
Apa lagi yang lain? Ada sebuah buku kecil, tidak lebih dari empat lembar. Hanya membutuhkan tidak lebih dari empat menit membacanya. Aku segera mengambilnya, dan dengan segera pula aku menamatkannya. Tiba-tiba aku merasa pusing, (lalu aku berkata kepada dirku sendiri) “Apakah benar aku tidak dimandikan? Tidak dikafani? Tidak pula dishalatkan? Bahkan tidak boleh dikuburkan bersama kaum muslimin? Bagaimana sesudahnya? Aku sudah berusia lima puluh tahun, Begitukah hidupku akan berakhir?”

Tidak. Ternyata masih ada bacaan tersisa, akan aku ulangi lagi membacanya, namun dengan rinci.

Buku itu berjudul, “Hukum Bagi Orang yang Meninggalkan Shalat”

Ringkasnya, bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir. Aku bertanya kepada diriku sendiri, “Apakah aku kafir? Apakah setelah berumur sekian, aku mendapat gelar tersebut?” Hanya kebisuan yang panjang.

Kenapa tidak kafir, bukankah aku selalu meninggalkan shalat? Aku mendengar berbagai konsekuensi hukum bagi orang yang meninggalkan shalat.

Pertama, tidak sah nikahnya. Bila ia menikah, sementara ia tidak shalat, maka nikahnya adalah batal. Si istri tidak halal baginya.

Yang kedua, bila ia meninggalkan shalat setelah menikah, maka nikahnya dibatalkan (difasakh), dan  si istri sudah tidak halal lagi baginya.

Yang ketiga, orang yang meninggalkan shalat itu, bila menyembelih hewan, sembelihannya tidak boleh dimakan. Kenapa? Karena sembelihannya haram. Padahal bila disembelih oleh Yahudi dan Nasrani, sembelihannya boleh dimakan.

Yang keempat, tidak dibolehkan masuk Makkah atau batas tanah al-Haram.

Yang kelima, bila salah seorang kerabatnya meninggal dunia, ia tidak memiliki hak warisan.

Yang keenam, bila meninggal, ia tidak boleh dimandikan, dikafani dan dishalatkan. Juga tidak boleh dikuburkan bersama kaum muslimin. Lalu apa yang dilakukan dengan mayatnya?

Digotong ke tengah padang pasir, dibuatkan lubang lalu dikuburkan bersama pakaiannya. Karena ia tidak memiliki kehormatan. Oleh sebab itu, tidak halal bagi seorang yang diantara anggota keluarganya ada yang meninggal, sementara ia tahu bahwa orang yang meninggal itu tidak shalat, lalu menyerahkannya kepada kaum muslimin untuk dishalatkan.

Aku bagaikan hidup di alam mimpi. Aku meletakkan buku itu disampingku. Aku mengangkat tanganku ke atas kepala dan menekannya dengan kuat. Jatuhlah sehelai uban. Aku memandanginya, apakah setelah aku beruban, aku tidak akan dimandikan dan tidak akan dikafani, bahkan juga dishalatkan?

Inikah akhir dari segalanya? Inikah hasil dari yang kukumpulkan dari dunia selama ini?

Allah…. sebuah kata yang keluar dari lubuk hatiku dengan tekanan penuh, inikah akhir dari segalanya?

Betapa banyaknya kita teledor… Tidak diragukan lagi, bahwa aku sungguh telah berbuat kelalaian, bahkan terlalu meremehkannya. Tapi masalahnya, selama lima puluh tahun, aku tidak pernah mendapatkan seseorang yang menasehati diriku yang menyampaikan hal itu! Bagaimana ini? Tanggung jawab siapa ini?

Aku mencuci hari-hari yang buruk dengan air mata taubat. Aku berjanji kepada diriku sendiri untuk  menjadi penasihat bagi setiap orang yang melakukan kesalahan

Aku pun berdiri untuk shalat. Aku akan dishalatkan, dan in syaa Allah akan dikuburkan bersama kaum muslimin.

[Disadur dari Buku Akhirnya Mereka Bertaubat, Judul asli “Az-Zaman Al-Qodim” karya Abdul Malik bin Muhammad Al-Qasim. Diterjemahkan oleh Abu Umar Basyir. Penerbit Darul Haq. hal 62-65]

Leave a comment